Menggagas Tata Kelola Tata Kelola Industri Wood Pellet Yang Adil Dan Berkelanjutan
Menggagas Tata Kelola Tata Kelola Industri Wood Pellet Yang Adil Dan Berkelanjutan
Potensi limbah biomassa di Indonesia amat besar yaitu kira-kira setara 49.810 MW dan baru amat kecil yang udah dimanfaatkan, cuma 1.618 MW atau kurang dari 4%, sehingga pengolahannya tetap mampu dioptimalkan. Pengembangan bioenergy untuk pembuatan wood pellet atau pelet kayu adalah tidak benar satu trick terbaik, mengingat wood pellet punya potens sebagai bahan bakar terbarukan baik untuk industri maupun rumah tangga. Pelet kayu adalah bahan bakar yang dihasilkan dari kayu keras seperti kayu Kaliandra atau limbah kayu yang lantas diolah jadi serbuk bersama dengan ukuran panjang 1 hingga 3 cm serta diameter kira-kira 6 hingga 10 mm. Setiap butir serbuk Wood Pellet bersifat silinder yang padat. Kepadatannya berkisar 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton.
Pemanfaatan wood pellet sebagai sumber energi rumah tangga boleh jadi akan lebih enteng didalam proses adopsi dan adaptasinya. Seperti diketahui, masyarakat Indonesia udah lama akrab bersama dengan pemakaian kayu bakar untuk memasak. Dalam masyarakat tradisonal ada ada anggapan bahwa memasak bersama dengan kayu bakar tak hanya irit sebab ada di lingkungan mereka, termasuk memberi cita rasa yang khas terhadap masakan premium wood pellet .
Meskipun terkandung dampak negatif bersifat asap yang mengepul yang keluar dari kayu bakar, namun hal ini tidak akan ditemui terhadap wood pelet sebab tingkat abunya yang rendah kecuali dikonversi bersama dengan teknologi yang tepat. Pemanfaatan wood pelet cukup beralasan mengingat pengunaan energi fosil udah berkontribusi besar terhadap tingginya laju kerusakan lingkungan, terjadinya deforestasi dan degradasi hutan dan lahan, dampak gas rumah kaca serta tingginya penyerapan karbon. Penggunaan energi terbarukan lantas ada sebagai energi alternatif atas beragam problem tersebut.
Pada segi lain, luasnya lahan dan lokasi kawasan yang tidak terkelola bersama dengan baik jadi tidak benar satu penyebab rendahnya tingkat penghasilan masyarakat yang dipengaruhi oleh lebih dari satu segi pada lain adalah minimnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat didalam mengelola lahan dan kawasan hutan secara produktif dan berkelanjutan, kurangnya minat masyarakat didalam mengelola hasil hutan kayu maupun non kayu sebagai akibat tidak tersedianya pasar lokal dan lebih dari satu problem lainnya. Rendahnya produktifitas lahan milik masyarakat dan kawasan hutan yang tidak dikelola bersama dengan baik, sebagai misal persoalan adalah kelompok-kelompok masyarakat di lokasi yang tergabung didalam rimba Tanaman Rakyat (HTR) yang di mana kelompok-kelompok berikut udah meraih IUPHHK-HTR dari pemerintah, namun sebab keterbatasan pengetahuan dan modal sehingga mereka belum mampu memaanfaatkan lahannya secara terus menerus untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Empat lembaga di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan membentuk Konsorsium Pembangunan rimba Mamuju (KPHM) yang memiliki tujuan memiliki tujuan bagaimana pengembangan kebun energi ini mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mampu meningkatkan penghasilan masyarakat. Konsorsium ini adalah tidak benar satu penerima hibah MCA-Indonesia untuk Proyek Kemakmuran Hijau dan terhadap tanggal 17 April 2017 bertempat di Kantor Kecamatan Kalukku, laksanakan kegiatan Forum Dialog Multipihak bersama dengan tema “Menggagas Tata Kelola Industri Wood Pellet yang Adil dan Berkelanjutan”.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meraih masukan dari stakeholder perihal skema pengembangan industri wood pellet berbasis masyarakat, lahirnya komitmen pemberian para pihak bersifat nota kesepahaman yang ditandatangani oleh para pihak perihal pembangunan industri wood pellet berbasis masyarakat.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan grup HTR, Kelompok HR, KWT yang jadi target project yang tersebar di tiga desa dan satu kelurahan yaitu Desa Pammulukang, Pokkang, Guliling dan Kelurahan Bebanga di lokasi Kecamatan Kalukku, Tokoh masyarakat, Tokoh perempuan, Bappepan Mamuju, Camat Kalukku beserta staf.